Dalam bahasan kali ini kita akan melihat kembali shalat witir dari Riyadhus Sholihin di mana shalat witir itu jadi penutup shalat malam.
Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail
بَابُ الحَثِّ عَلَى صَلاَةِ الوِتْرِ
وَبَيَانُ أَنَّهُ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ وَبَيَانُ وَقْتِهِ
205. Bab Anjuran Melakukan Shalat Witir, Penjelasan Bahwa Hukumnya Sunnah Muakkadah, dan Penjelasan Waktunya
Hadits #1133
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : مِنْ كُلِّ اللَّيْلِ قَدْ أَوْتَرَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ، وَمِنْ أوْسَطِهِ، وَمِنْ آخِرِهِ، وَانْتَهَى وِتْرُهُ إِلَى السَّحَرِ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Setiap malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan witir di awal malam, pertengahan malam, dan di akhir malam. Dan witirnya selesai sampai waktu sahur.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 996 dan Muslim, no. 745]
Faedah Hadits
- Witir boleh dilakukan di waktu mana pun pada malam hari.
- Witir tidak dilakukan di siang hari.
Hadits #1134
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، عَنِ النَّبيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( اِجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْراً )) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jadikanlah oleh kalian akhir shalat malam kalian dengan witir.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 998 dan Muslim, no. 751]
Faedah Hadits
- Dianjurkan menjadikan shalat witir sebagai penutup shalat malam.
- Perintah menjadikan shalat witir menjadi penutup shalat malam dihukumi sunnah, bukan wajib.
Bolehkah Shalat Tahajud Lagi, Sebelumnya Sudah Mengerjakan Shalat Witir?
Apakah kita boleh mengerjakan shalat tahajud lagi padahal sudah mengerjakan shalat tarawih yang ditutup dengan witir?
Jawabannya dibolehkan.
Ketahuilah bahwa shalat tahajud merupakan bagian dari shalat malam yang di mana shalat tahajud dikerjakan setelah bangun tidur. Demikian pendapat Imam Nawawi dalam Syarh Al-Muhaddzab. Oleh karenanya tidaklah bertentangan antara niat shalat malam dan shalat tahajud. Siapa yang mengerjakan shalat malam setelah bangun tidur, ia disebut sebagai orang yang bertahajud dan shalatnya dianggap pula sebagai shalat malam.
Kalau seseorang sudah mengerjakan shalat tarawih dan ditutup witir, maka ia boleh menambah shalat tahajud lagi di malam harinya dengan beberapa tinjauan sebagai berikut.
1- Perintah mengerjakan shalat malam bersama imam hingga imam selesai
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
“Sesungguhnya siapa saja yang shalat bersama imam hingga imam itu selesai, maka ia dicatat telah mengerjakan shalat semalam suntuk (semalam penuh).” (HR. Tirmidzi, no. 806. Abu Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Dalam riwayat lain dalam Musnad Imam Ahmad, disebutkan dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ بَقِيَّةُ لَيْلَتِهِ
“Sesungguhnya jika seseorang shalat bersama imam hingga imam selesai, maka ia dihitung mendapatkan pahala shalat di sisa malamnya.” (HR. Ahmad, 5:163. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).
Kalau seseorang keluar dari shalat tarawih karena ingin menambah shalat tahajud dan witirnya di malam hari, maka ia tidak mendapatkan pahala shalat semalam suntuk. Walaupun dari sisi kesahan tetaplah sah.
2- Masih boleh menambah shalat malam setelah tarawih karena jumlah raka’at shalat malam tidak ada batasannya.
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan,
فَلاَ خِلاَفَ بَيْنَ المسْلِمِيْنَ أَنَّ صَلاَةَ اللَّيْلِ لَيْسَ فِيْهَا حَدٌّ مَحْدُوْدٌ وَأَنَّهَا نَافِلَةٌ وَفِعْلٌ خَيْرٌ وَعَمَلٌ بِرٌّ فَمَنْ شَاءَ اِسْتَقَلَّ وَمَنْ شَاءَ اِسْتَكْثَرَ
“Tidak ada khilaf di antara kaum muslimin bahwa shalat malam tidak ada batasan raka’atnya. Shalat malam adalah shalat nafilah (shalat sunnah) dan termasuk amalan kebaikan. Seseorang boleh mengerjakan dengan jumlah raka’at yang sedikit atau pun banyak.” (At-Tamhid, Ibnu ‘Abdil Barr, 21:69-70, Wizaroh Umum Al Awqof, 1387 dan Al-Istidzkar, Ibnu ‘Abdil Barr, 2:98, Dar Al-Kutub Al ‘Ilmiyyah, 1421 H)
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa shalat malam tidak dibatasi jumlah raka’atnya, yaitu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Shalat malam itu dua raka’at salam, dua raka’at salam. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.” (HR. Bukhari, no. 990 dan Muslim, no. 749, dari Ibnu ‘Umar). Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya.
3- Kita memang diperintah menutup shalat malam dengan shalat witir sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ibnu ‘Umar yang dikaji saat ini.
Pengertian menutup shalat malam dengan shalat witir, hukumnya adalah sunnah, bukan wajib. Sehingga setelah shalat witir masih boleh menambah lagi shalat sunnah. Alasannya adalah praktik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sesudah shalat witir masih menambah lagi dengan dua raka’at yang lain.
‘Aisyah menceritakan mengenai shalat malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كَانَ يُصَلِّى ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يُوتِرُ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ فَرَكَعَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالإِقَامَةِ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat tiga belas raka’at (dalam semalam). Beliau melaksanakan shalat delapan raka’at kemudian beliau berwitir (dengan satu raka’at). Kemudian setelah berwitir, beliau melaksanakan shalat dua raka’at sambil duduk. Jika ingin melakukan ruku’, beliau berdiri dari ruku’nya dan beliau membungkukkan badan untuk ruku’. Setelah itu di antara waktu adzan shubuh dan iqomahnya, beliau melakukan shalat dua raka’at.” (HR. Muslim, no. 738)
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Dua raka’at setelah witir itu tanda bahwa masih bolehnya dua raka’at setelah witir dan jika seseorang telah mengerjakan shalat witir bukan berarti tidak boleh lagi mengerjakan shalat sunnah sesudahnya. Adapun hadits di atas “Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari adalah shalat witir“, yang dimaksud menjadikan shalat witir sebagai penutup shalat malam hanyalah sunnah (bukan wajib). Artinya, dua raka’at sesudah witir masih boleh dikerjakan.” (Zaad Al-Ma’ad, 1:322-323).
Yang jelas bagi yang sudah melaksanakan tarawih lalu menutupnya dengan witir tidak lagi melakukan witir yang kedua setelah melakukan shalat tahajud di malam hari. Dari Thalq bin ‘Ali, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ وِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍ
“Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam.”(HR. Tirmidzi, no. 470; Abu Daud, no. 1439; An-Nasa’i, no. 1679. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Kesimpulan, boleh melaksanakan shalat tahajud walaupun sudah mengerjakan shalat tarawih dan ditutup dengan witir. Namun di malam hari ketika melakukan shalat tahajud tidak lagi ditutup dengan witir. Jumlah raka’at shalat tahajud yang dilakukan bebas, tidak dibatasi jumlah raka’atnya.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
- Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Agama Kuwait.
- Shahih Fiqh As-Sunnah. Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim. Penerbit Al-Maktabah At-Tauqifiyah.
- Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
—
Disusun Rabu sore, 18 Rabi’ul Akhir 1440 H di #darushsholihin
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com